(Pandangan Pribadi Mengenai Prinsip Penggunaan Donasi Sesuai dengan Intensi Pemberi)
14 Maret 2020, tepat 1 tahun yang lalu, Jala Kasih meluncurkan halaman penggalangan dana elektronik untuk pertama kalinya dalam lingkup internal Katolik. Selama 1 tahun pertama pengguna halaman ini belum begitu banyak, namun semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Derma / sumbangan / donasi, baik itu dilakukan secara manual ataupun secara elektronik pada dasarnya mengikuti sebuah prinsip yang sama, yaitu donasi yang diberikan harus disalurkan sesuai dengan intensi / maksud si pemberi.
Akhir-akhir ini semakin banyak informasi simpang siur mengenai pemotongan donasi untuk keperluan biaya operasional yang dikeluarkan untuk kampanye penggalangan dana dengan persentase yang cukup spektakuler. Belum lagi ada saja pihak-pihak tertentu yang membantu menggalang dana meminta honor atas donasi yang terkumpul. Luar biasa!
Misalnya saja, donasi yang terkumpul untuk sebuah pembangunan Gereja sebesar 100 juta dipotong biaya administrasi 5%, biaya perbankan 2%, jika menggunakan iklan berbayar maksimal 15%, jika kampanye tersebut dilakukan oleh Yayasan atau lembaga lain bisa dipotong lagi sekian persen. Lalu sisanya berapa yang disalurkan atau yang diterima si penerima?
Tidak dapat dipungkiri bahwa Jala Kasih sebagai Yayasan sosial hingga hari ini 100% kegiatan operasionalnya masih bergantung sepenuhnya dari donasi para penderma. Begitu halnya juga dengan banyak Yayasan sosial lainnya. Prinsip yang kami pegang sebagai berikut, selama Yayasan tidak memiliki sumber pendanaan lain untuk kegiatan operasional, maka yang dipotong dari donasi harus sekecil mungkin alias secukupnya saja. Jika sudah memiliki sumber pendanaan lain, maka donasi tidak boleh dipotong lagi.
Perlu diingat bahwa kita sedang menjalankan misi kemanusiaan, apalagi yang mencari donasi atas nama lembaga keagamaan atau dengan tujuan keagamaan. Donasi yang diberikan para penderma wajib dan harus disalurkan semaksimal mungkin kepada penerima dan sesuai dengan intensi / maksud si pemberi. Misalnya, donasi untuk orang miskin tidak bisa dipakai untuk membangun Gereja. Donasi untuk pembangunan Gereja tidak bisa dipakai untuk modal usaha, dll. Ini prinsip yang sangat kental dalam hal derma / sumbangan / donasi di internal Gereja Katolik.
Jika kita memotong donasi dengan tidak sewajarnya, perlu kita renungkan, apakah kita masih sedang menjalankan misi kemanusiaan atau kita sedang berbisnis atas nama kemanusiaan / sosial?