(Pandangan Pribadi Mengenai Mekanisme Fundraising Gereja Katolik di Era Digital)
Beberapa waktu belakangan berseliweran beberapa fundraising campaign untuk pembangunan Gereja Katolik di beberapa platform crowdfunding, sebut saja “kamubisa”. Ketika campaign ini menjadi viral, nama saya selalu dimention-mention di halaman campaign tersebut. Setiap ada permintaan donasi gereja, saya selalu dimintakan informasi “Itu benar?” Wew, memang personal branding sepertinya sudah kuat sekali kesitu.
Persoalannya bukan ini. Banyak orang mempermasalahkan tata cara fundraising yang dianggap “tidak biasa” tersebut dalam lingkup Katolik. Gereja Katolik itu bukan mental pengemis, statement itu banyak sekali terlontar dari netizen.
Sebagai salah satu pelaku fundraising, saya bagikan pengalaman sedikit tentang mekanisme yang dilakukan Jala Kasih supaya dapat menjadi gambaran dan informasi yang jelas tentang mekanisme fundraising digital yang sesuai dengan koridor dan aturan yang tepat (ini menurut pandangan saya pribadi berdasarkan proses belajar terus menerus).
1. Setiap pengajuan donasi harus berasal dari Paroki setempat, diketahui dan disetujui Pastor Paroki, serta mendapatkan rekomendasi Uskup setempat. Kalau ada yang jalan sendiri tanpa koordinasi dengan Paroki dan Keuskupan perlu ditanyakan apakah itu Katolik apa bukan ya. Gereja Katolik itu rapi banget dalam hal komando dan koordinasi.
2. Setiap pengajuan wajib dipastikan dilakukan survey sampai ke lokasi untuk memastikan apakah kondisinya sesuai atau tidak dengan yang disajikan. Jangan sampai yang disajikan foto gereja 10 tahun yang lalu ya kan? Kena prank dong.
3. Penerima donasi harus rekening atas nama Gereja, bukan atas nama pribadi pastor atau pribadi panitia. Jika fundraising dilakukan oleh dan donasi disalurkan melalui sebuah lembaga berbadan hukum, maka harus dipastikan bahwa lembaga tersebut diketahui dan disetujui oleh Paroki dan mendapat rekomendasi dari Uskup setempat. Pastor paroki dan umat setempat bahkan harus mengetahui secara jelas berapa donasi yang masuk dan alokasinya kemana.
4. Setiap pembangunan wajib memiliki gambar desain bangunan dan detail anggaran yang jelas. Hal ini untuk membantu monitoring secara ketat penggunaan dana sesuai alokasi dan budget dengan tepat.
Jadi jika ada campaign serupa boleh dicek apakah hal-hal di atas sudah terpenuhi.
Beberapa pandangan yang perlu diluruskan dalam fundraising digital :
1. Penggunaan media digital itu bukan mental pengemis. Teknologi sudah maju dan selama digunakan dengan bertangggungjawab kenapa ngga? Malahan kalau bisa cari donasi dari gereja ke gereja lewat misa itu tidak ada lagi supaya misa itu sungguh-sungguh sakral, tujuan dan motivasinya benar, bukan untuk cari donasi atau sumbangan.
2. Pembangunan Gereja Katolik sumber dananya dari Vatikan jadi ga mungkin minta sumbangan. Hellow, kok jauh banget mainnya sampai Vatikan. Tiap keuskupan sekarang dituntut untuk mandiri secara finansial dan kondisi finansial tiap Keuskupan tidak sama, maka seharusnya kita sebagai umat yang bisa berbagi harus saling support dan bantu.
3. Tidak mungkin ada Gereja Katolik yang reyot, jelek, bobrok, roboh karena Katolik itu kaya, duitnya banyak. Duh, mainnya kurang jauh lho. Kalau ada rejeki lebih, bisa sekali-kali pergi ke daerah lihat langsung kondisi di desa itu gimana. Apalagi yang lokasinya jauh dari kota. Perjuangan para pastor disana gimana. Jangankan bangun gereja, untuk makan aja seringkali sulit.
4. Kalau ada gereja yang reyot, mana nih Keuskupan masak ga bantu? Buset, para pastor yang tugas di Keuskupan ga hafal dan tau kondisi secara riil tiap stasi-stasi apalagi yang di pelosok. Dan balik lagi ke no. 2 terkait finansial, yang diurus Keuskupan kan bukan cuma bangun gereja, masalahnya jauh lebih banyak. Keuskupan punya program dan prioritas mana yang harus ditangani lebih urgent. Sejauh kita mampu membantu sebagai umat, ayo lakukan.
Ayo jadi umat yang taat, santun, dan bijak dalam bersosial media ya. Tuhan memberkati
Foto : Umat sederhana di Sumba yang tidak bisa memberi uang tapi memberi tenaga dan dirinya sendiri untuk bergotong royong membangun gerejanya sendiri. Luar biasa ya.