Mungkin tidak ada satupun di antara kita yg tau dimana Suppiran. Sebuah desa terpencil di pelosok Pinrang, Sulawesi Selatan. Setelah tiba di Makassar Pk. 02.00 WITA, kami segera meluncur menuju Suppiran. Pk. 06.00 WITA kami sudah memasuki Pinrang ketika pagi mulai menjelang.
Menggunakan google maps, kami kira Suppiran sudah dekat. Ternyata kami salah, kesasar dan mobil tidak bisa lewat jalan yang mendaki curam dan hancur. Setelah mengikuti instruksi Pastor, kami berbalik arah mengambil jalan melalui Polewali Mandar. Awalnya semua lancar saja, ketika mobil kami mulai masuk menuju jalan akses ke Suppiran. Mobil kami terantuk di jalanan yang rusak parah. Kami harus urun berulang kali untuk merapikan jalan, memasang batu, dan mendorong mobil.
Di tengah jalan sebuah truk berpapasan dengan kami. Kami memastikan jalan ke Suppiran, ternyata sang sopir adalah seorang Katolik, kami mendapat info bahwa Pastor sudah menunggu kami di Pastoran Suppiran. Harapan kami muncul lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Tengah hari kami merasa jalan sangat panjang dan tidak sampai-sampai. Langit mendung dan gerimis mulai turun. Setiap kami bertanya apakah jalan ini benar, orang selalu bilang sudah dekat.
Siapa sangka kami pendatang baru yang tidak tau jalan tiba-tiba mobil hampir masuk ke jurang dengan sungai mengalir deras. Jalan yang kami lalui longsor dan ban mobil kiri depan tergantung. Sebelah kanan tebing. Jalan memang sempit dan tidak ada rumah penduduk. Kami terjebak 4 jam karena insiden tsb. Hujan sangat deras sehingga membuat sungai meluap dan banjir. Sinyal tidak ada. Kami berpikir mungkin kami tidak akan sampai di Suppiran dan terpaksa tidur di jalan. Menjelang sore lewatlah mobil yang membawa barang kelontong. Karena mobil kami menghalangi jalan, akhirnya mobil tsb membantu menarik mobil kami keluar. Setelah berhasil ditarik, baru kami tau bahwa mobil berhasil tidak masuk sungai karena ada batu tersangkut. Jika tidak ada batu tsb, kami kira selesailah semuanya.
Melanjutkan perjalanan yang sudah dekat, mobil kami tidak berhasil mencapai paroki karena penduduk memberitahu baru saja terjadi longsor besar. Kami tidak bisa lewat. Kami pikir sulit sekali rasanya perjalanan misi kali ini. Alhasil, setelah menitipkan mobil di depan rumah penduduk, kami dijemput sepeda motor dan tiba di paroki pk. 17.00 WITA. 15 jam perjalanan. Hampir habis tenaga.
Kami pikir lebih baik tugas segera diselesaikan dan kami melanjutkan kunjungan ke sebuah gereja stasi yang menjadi target jala kasih. 40 menit duduk di atas sepeda motor melalui jalan desa yang rusak dan berlumpur, kami hanya bisa pasrah. Setibanya di Stasi St. Petrus Claver, Palimbongan lelahnya seperti diangkat. Banyak umat yang sangat sederhana menyambut kami dengan senyuman dan sapaan. Kami seperti pulang ke rumah, Gereja Katolik selalu menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi jiwa kita.
Beginilah kondisi medan pelayanan misi Gereja di pelosok. Jalan rusak, terisolir, longsor, akses yang sulit. Tapi masih ada iman yang hidup di tengah segala keterbatasan dan kesulitan. Suppiran saat ini masih menjadi daerah misi karena masih sangat banyak penduduk animisme yang tertarik menjadi Katolik. Apakah mudah melayani di daerah seperti ini? Tanpa sinyal dan akses yang sulit. Mengapa mereka tetap setia?
Bersyukurkah kita yang ada di kota telah dengan segala fasilitas yang memadai, termasuk gereja kita. Masih banyak saudara/i kita di pelosok tetap setia kepada iman.
Salam dan doa dari seluruh umat St. Petrus Claver, Palimbongan, Keuskupan Agung Makassar utk Anda semua. Semoga doa mereka terasa hangat di hati.
Oh Tuhan pakailah hidupku.. Selagi aku masih kuat.. Hingga saatnya nanti ku tak berdaya lagi.. Hidup ini sudah jadi berkat..